Disiplin Ala Militer untuk Anak Nakal, Solusi atau Pelanggaran Hak

Sebuah diskusi publik di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, mengangkat tema kontroversial: “Disiplin Ala Militer untuk Anak Nakal: Solusi atau Pelanggaran Hak?”. Diskusi ini menghadirkan nara sumber dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, pendeta, pengacara, dan anggota DPRD DKI Jakarta yang dimoderatori oleh Dr. Ashiong P. Munthe dan diawali Ibadah dipimpin Pdt. Dr. Jeffri Lilobomba dan MC kondang oleh Elly Wati Simatupang.
Dalam kesempatan tersebut Grolus Sitanggang Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia menyampaikan sambutan dengan ucapan terima kasih kepada peserta yang hadir dan atas terselenggaranya kegiatan Diskusi Publik tersebut.
Pdt. Dr. Jeffri Lilobomba, Dosen STT IKAT mengawali diskusi dengan mengajak audiens untuk merefleksikan makna “anak nakal”. Ia berpendapat bahwa kenakalan seringkali merupakan manifestasi dari anak yang terluka dan bingung, bukan sekadar nakal. Ia menekankan pentingnya disiplin yang membangun, bukan kekerasan, melalui dialog, bimbingan, dan teladan.
Lovely Bintaro, founder Akademi Suluh Keluarga, berbagi pengalamannya mendampingi keluarga yang ingin mengirim anak mereka ke pelatihan militer. Ia mempertanyakan komitmen orang tua dalam hadir dan mendengarkan anak sebelum memilih hukuman keras. Menurutnya, keluarga seharusnya menjadi ruang aman, bukan tempat penghakiman.
Pdt. Harsanto Adi S., Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API), menekankan peran gereja dalam mendampingi anak-anak, bukan menghakimi mereka. Ia mengajak gereja untuk menyediakan ruang pembinaan karakter, konseling keluarga, dan program dukungan bagi anak-anak yang terpinggirkan.
Oloan M. Manik, S.H., M.H., CLA., Penasihat Hukum Pewarna Indonesia yang juga adalah Auditor Hukum menyoroti legalitas tempat pembinaan berbasis militer yang kerap beroperasi tanpa izin. Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hukum, dan anak-anak berhak mendapatkan perlindungan.
August Hamonangan, S.H., M.H., anggota DPRD DKI Jakarta, menolak pendekatan militer untuk anak-anak di Jakarta. Ia menyoroti keberadaan fasilitas ramah anak di Jakarta dan menekankan pentingnya kepedulian dan pendekatan yang lebih manusiawi.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa “disiplin ala militer” mungkin tampak tegas, namun berpotensi menimbulkan trauma dan dendam pada anak. Perlu pendekatan yang lebih berbasis kasih sayang, komunikasi, dan pemahaman untuk membina anak-anak. Seorang ayah yang hadir bahkan mengaku mengubah niatnya untuk mengirim anaknya ke pelatihan militer setelah mengikuti diskusi.
Acara tersebut dihadiri selain Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia juga dihadiri Ppengurus-pengurus dan Anggota PEWARNA Indonesia dari kelima Cabang serta tamu undangan. (Faktual.net Johan Sopaheluwakan )
Comments (0)
There are no comments yet