
Pernyataan kontroversial Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) RI, Yandri Susanto, tentang "Wartawan Bodrex" menuai kecaman dari berbagai pihak. Dalam video berdurasi 41 detik yang beredar di media sosial, Yandri menyebut wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sering mengganggu kepala desa demi keuntungan pribadi.
Dikutip dari reels akun Instagram Antaranews, Pernyataan Yandri itu disampaikan saat sosialisasi Permendes PDT tahun 2024 tentang petunjuk operasional atas fokus penggunaan dana desa tahun 2025 di wilayah Jawa pada Jumat (31/1).
“Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM dan Wartawan Bodrex, jadi mereka keliling hari ini minta sama kepala desa 1 juta. Kalau 300 desa, 300 juta. Kalah gaji kemendes itu,” ujar Yandri dalam video tersebut.
Pernyataan ini memantik respons keras dari Ketua Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna ID), Yusuf Mujiono. Yusuf menegaskan bahwa penting bagi semua pihak memahami fungsi pewarta sebelum melontarkan kritik yang berpotensi merusak citra profesi. Ia mengingatkan bahwa wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Kami menentang keras adanya praktik oknum wartawan yang melakukan pemerasan atau menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi. Tapi, kami juga meminta pejabat publik berhati-hati dalam menggeneralisasi. Tidak semua pewarta seperti itu,” ujar Yusuf.
Yusuf menekankan bahwa jika pejabat atau kepala desa menjalankan tugas dengan transparan dan bersih, mereka tidak perlu khawatir terhadap kritik atau pengawasan dari media.
“Kuncinya sederhana, kalau bersih, ya jangan takut,” tambahnya.
Lebih jauh, Yusuf mengajak masyarakat untuk memahami peran pewarta sebagai pilar keempat demokrasi yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan.
“Baik pemberi maupun penerima suap harus sadar bahwa itu melanggar etika. Peran pewarta justru untuk memastikan hal-hal seperti ini tidak terjadi,” tegas Yusuf.
Polemik ini menjadi refleksi penting bagi semua pihak: pewarta harus menjaga integritas, sementara pejabat publik perlu menghormati peran pers sebagai mitra kritis, bukan ancaman. Edukasi tentang fungsi pewarta kepada masyarakat juga menjadi kunci untuk mencegah stigma negatif terhadap profesi ini. (KabarBaik, Franzeska Emmanuel)
Comments (0)
There are no comments yet