
Jakarta, 21 Maret 2025 – Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) bersama Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna Indonesia) menggelar acara bedah buku berjudul Kiai Sadrach: Sebuah Perjalanan Kekristenan Jawa, karya Tri Budi Wibowo. Acara ini berlangsung di Sekretariat MUKI, Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta, dimulai pukul 12.00 WIB. Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Darwin Darmawan, Ketua Umum MUKI Djasermen Purba, dan Ketua Umum Pewarna Indonesia Yusuf Mujiono.
Acara ini dibuka dengan apik oleh Elly, yang tampil sebagai Master of Ceremony (MC). Dengan gayanya yang santun dan penuh semangat, Elly berhasil menciptakan suasana hangat sekaligus formal sejak awal. Setelah pembukaan, Elly memperkenalkan moderator diskusi, Nick Irwan, seorang jurnalis dari Pewarna Indonesia, yang dengan piawai memandu jalannya diskusi hingga tanya jawab.
Moderator Nick Irwan memainkan peran penting dalam menjaga kelancaran diskusi dan tanya jawab. Dengan kemampuannya yang komunikatif, ia mengarahkan jalannya acara secara dinamis, memastikan setiap narasumber memiliki waktu yang cukup untuk menyampaikan pandangan mereka. Nick juga menggugah para peserta dengan pertanyaan-pertanyaan relevan, yang memancing diskusi semakin hidup.
Dalam pemaparannya, Pdt. Darwin Darmawan memberikan apresiasi atas karya penulisan ini yang dianggap mengangkat kembali perjalanan kekristenan di tanah Jawa. Namun, ia juga menyampaikan beberapa kritisi, terutama terkait relevansi perjuangan Kiai Sadrach dengan tantangan kekristenan masa kini. Menurutnya, ada krisis oikumene dalam gereja saat ini yang sering terjebak pada ego sektarian sehingga gagal menjadi garam dan terang bagi dunia.
Ketua Umum MUKI, Djasermen Purba, memulai diskusi dengan mengajukan pertanyaan menarik kepada penulis terkait model penginjilan Kiai Sadrach melalui media wayang. Ia mengaitkan hal tersebut dengan pelayanan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) yang menggunakan unsur budaya dalam pelayanannya. Djasermen juga mengangkat topik tentang wangsit yang diterima Kiai Sadrach, menyampaikan refleksi bagaimana bentuk panggilan Tuhan bagi orang percaya saat ini untuk menjadi Kristen yang aktif menginjili.
Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Pdt. Harsanto Adi, turut menanggapi dari sudut pandang yang unik. Ia menyoroti potensi makam istri Kiai Sadrach yang dapat dijadikan sebagai warisan budaya (heritage) Kristen, mengingat nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Hal ini membuka peluang untuk memperkenalkan jejak kekristenan Jawa kepada generasi saat ini.
Proses tanya jawab berlangsung menarik dan interaktif. Para peserta, yang berasal dari berbagai latar belakang, antusias mengajukan pertanyaan kepada para narasumber. Berkat panduan Nick Irwan, suasana diskusi tetap kondusif dan terarah, sehingga setiap pertanyaan mendapatkan jawaban yang memadai. Diskusi ini membuka ruang refleksi mendalam mengenai perjalanan kekristenan di Indonesia, khususnya di Jawa, serta relevansinya dengan tantangan pelayanan gereja saat ini.
Bedah buku ini berhasil menggugah para peserta untuk lebih memahami warisan sejarah Kekristenan Jawa sekaligus memotivasi mereka untuk mengambil peran dalam menghadapi tantangan zaman dengan semangat pelayanan yang otentik seperti yang ditunjukkan oleh Kiai Sadrach. (RSO)
Comments (0)
There are no comments yet