Kebenaran Allah Dalam Orang-orang Percaya

Kebenaran Allah Dalam Orang-orang Percaya

Kebenaran Allah dalam Perjanjian Baru mempunyai makna yang cukup luas. Bagi
Paulus kata ini diartikan sebagai maksud Allah dalam menyelamatkan yaitu
”membenarkan”, memulihkan hubungan dan pengudusan orang-orang yang mulai
percaya (Rom 4-5, Gal 3, Titus 3:5-7). Pembenaran yang diterima bukanlah
pembenaran karena kita melakukan suatu perbuatan baik atau membanggakan
hukum Taurat tetapi kebenaran Allah yang dilimpahkannya lewat iman kepada
Kristus sehingga membuat kita hidup didalamnya (Fil 3:9; Rom 1:16,17).

Makna luas dari Kebenaran
Kebenaran bukan saja terkait hal-hal yang menyangkut legalistk/keagamaan atau
hanya sampai kepada hal melakukan peraturan benar atau tidak benar. Kebenaran
dalam Alkitab mempunyai pengertian yang sangat dalam, ini menyangkut
integritas, moralitas, keadilan,pengampunan,etika, kejujuran, kesetiaan dalam
hubungan baik luar dan dalam, belas kasihan. Misalnya Yesaya 11:1-9 mengenai
akan datangnya Mesias atau raja dari keturunan Daud yang membawa kesetiaan
namun juga keadilan, pengajaran dan kedamaian di muka bumi. Kata Ibrani
“tzadik” untuk “Kebenaran” muncul sebagai “keadilan” di ay 4 dan “kebenaran”
di ay5.

Kebenaran dalam injil Matius
Di dalam injil khususnya dalam injil Matius, kebenaran banyak merujuk kepada
aspek moral yang sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh Allah dalam
kehidupan orang-orang percaya (Mat 5 -7).

Mengingat audiens injil tersebut adalah orang-orang Yahudi yang telah percaya
Kristus (Yahudi Kristen) maka Matius mengangkat dua tema besar bagi mereka
yaitu hukum Taurat dan Kerajaan Allah dengan penjelasan Yesus sebagai Mesias
yang menggenapi hukum Taurat lewat perkataan dan perbuatanNya sekaligus
membawa kerajaan Allah lebih dekat lewat penggenapannya dalam pelayanan dan
dalam pribadi Yesus (Mat 5:17;4:17; Luk 7:18-23).

Mereka sekarang hidup dalam kerajaan Mesias tersebut maka diwajibkan berbuat
seperti apa yang Yesus ajarkan. Inilah sifat moral dan karakteristik dari kebenaran
yang diwujudkan dalam perbuatan dan kesetiaan orang-orang percaya. Dan Yesus
sendiripun memberikan contoh dimana Dia juga menjalankan kebenaran tsb Mat
3:15. Bagi Matius, Yesus bukan saja ditunjukan sebagai Anak Allah yang berasal
dari Bapa tetapi juga sebagai pribadi yang setia dan taat akan perintah BapaNya.
Dan komitmen ini ditunjukan Yesus sampai pada kematianNya.
Haus akan Kebenaran

Matius 5:6 ada dua penafsiran ayat ini:
1. Kebenaran yang ditunjukan lewat
kerinduan orang-orang percaya akan kehendak Allah. Mereka rindu untuk
melakukan kehendak Allah..dan di ay 10, Yesus menyebutkan mereka
“berbahagia/diberkati” karena di tengah aniaya/persoalan mereka menunjukan
akan kesetiaan mereka tetap kepada Firman.

2. Haus akan kebenaran juga dapat diartikan sebagai haus akan keadilan yang akan
ditegakkan saat Tuhan datang. Saat ini dunia penuh dengan ketidakadilan.dan ini
pun pernah dialami oleh Yesus sendiri..dimana Pilatus sudah memutuskan Dia
yang tidak bersalah tetapi akhirnya mengikuti kemauan orang banyak dan orang
yang jelas-jelas bersalah justru dibebaskan.
Kebenaran yang melebihi.

Dalam Mat 5:20 Yesus meminta umatNya agar hidup dalam kebenaran itu harus
melebihi dari pada keagaaman ahli-ahli Taurat sehingga mereka bisa masuk dalam
kerajaan sorga. Ada apa dengan keagamaan ahli-ahli Taurat tersebut ?

1. Hati mereka tidak benar (Mat 23:28:Mar 7:6), beribadah tetapi hati jauh dari
Tuhan, tidak tulus dalam pelayanan/ibadah.

2. Memegang perintah/adat istiadat manusia (“oral tradition” yg dipercaya oleh
mereka juga diwahyukan oleh Allah) dari pada perintah Allah. Contoh Mat 15:3-6. Mereka telah menetapkan persembahan yang seharusnya diberikan kepada
orang tua mereka sebagai tanda penghormatan namun ditetapkan untuk diberikan
dalam ibadah. Yesus tidak anti ibadah tetapi membuat peraturan yang tidak
diajarkan dalam hukum Taurat telah menjadi persoalan bagi Yesus meskipun itu
mempunyai maksud baik. Sebagai orang-orang percaya tidak saja urusan kita
dalam ibadah dan pelayanan namun ada juga tanggung jawab kepada keluarga
ataupun lingkungan kita bekerja.

3. Standar keagamaan mereka sudah tidak cukup lagi sejak Allah telah
menggenapi Perjanjian Lama dalam Yesus.

Para ahli-ahli Taurat sebagian besar dari mereka adalah orang-orang Parisi
merupakan orang-orang terpelajar yang menghabiskan waktu di bait suci dalam
mempelajari kitab suci sampai hal yang mendetail seperti jumlah huruf-huruf
dalam kitab mereka sehingga kurang sampai kepada hal-hal terpenting yang lebih
mendasar dalam tulisan-tulisan tersebut. Ada cerita dari beberapa Rabbi ketika
Allah mengganti nama Sarai menjadi Sara yaitu dengan menghapus huruf terkecil
Ibrani “yod” atau yang kita kenal dengan huruf “y” dari kata “Saray”(in Hebrew),
mereka dari semua generasi mempertanyakan kepada Allah kenapa huruf ini
dihapuskan sehingga suatu saat huruf ini dikembalikan lagi dan saat itu tertera
pada nama Yosua.

Kebenaran bagi mereka adalah legalistik yaitu hanya sampai kepada menuruti
perintah atau tidak!. Mereka tidak sampai kepada kebenaran yang di landaskan
kasih, kesetiaan dan loyalitas dalam hubungan baik kepada Bapa dan kepada
sesama manusia.

Yesus sebagai interpreter
Karena Yesus sebagai tujuan akhir dari hukum Taurat maka Yesus juga
mempunyai otoritas bagaimana Dia menjelaskan lebih dalam lagi akhir dari
makna hukum Allah tersebut. Mat 5:21-48.

Kalimat “Kamu telah mendengar……..tetapi Aku berkata kepadamu” merupakan
kalimat yang biasa digunakan oleh para guru Yahudi dalam menjelaskan makna
menyeluruh sebuah teks namun disini Yesus berbicara sebagai orang yang penuh
kuasa, Dia menafsirkan Taurat tersebut lebih innovative dan mendalam
menyangkut hati si pelaku.

Ada enam contoh yang dikemukakan Yesus dan
diringkas sebagai berikut:
1. Kemarahan dan perkataan kasar (5:21-26) Yesus menegaskan akan larangan
pembunuhan dalam Kel 20:13: Ul 5:17 tetapi Yesus sekarang memberikan makna
lebih dalam lagi yaitu marah yang disertai kebencian dan perkataan kasar juga
disamakan juga dengan pembunuhan dan selanjutnya akan mendatangkan
penghakiman, . Seperti diketahui marah dapat pula memicu adanya pembunuhan.
Yesus kemudian menjelaskan akan arti pentingnya rekonsiliasi/perdamaian untuk
meredam permusuhan atau kemarahan. Dari sini terlihat Yesus tidak melihat siapa
yang terlebih dahulu yang harus disalahkan namun inisiatif untuk melakukan
perdamaian perlu di kedepankan terlebih dahulu. Dan ini juga terlihat dengan pola
bahasa hiperbol betapa prioritasnya menjaga hubungan dengan sesama dari pada
melakukan korban persembahan. Perlu juga diketahui disini rekonsiliasi bukan
saja terhadap saudara seiman tapi juga dengan juga orang-orang luar (ay 24-25).

2. Ayat 28, tidak seperti Kel 20:17 yang merujuk kepada keinginan istri orang lain,
tetapi Yesus disini menginterpretasikan kembali ayat itu kepada wanita pada
umumnya termasuk yang belum menikah. Selain itu Dia juga memandang bahwa
perzinahan tsb bukan saja saat tindakan dilakukan namun saat keinginan datang.
Mata dan tangan adalah sumber perzinahan tsb. Pada masa sekarang ini “tangan”
dapat pula diartikan dalam kasus-kasus pelecehan2 seksual.

3. Ay 31-32, Yesus menyinggung akan surat cerai dalam Ul 24:1-4 sebagai dasar
valid seorang suami menceraikan istrinya dan dengan surat itu istri tersebut bebas
untuk menikah dengan pria lain. Namun Yesus sekarang menjelaskan Dia
sesungguhnya tidak menghendaki perceraian “kecuali karena zinah” (Matius
memilih kata “porneia” dengan mempunyai makna yang lebih luas dari pada
perzinahan, misalnya praktek “incest”) , di pemandangan Yesus perempuan yang
diceraikan itu dianggap berzinah dan jika dia menikah dengan pria lain itu pun
juga dianggap berzinah, Yesus menganggap wanita yang diceraikan tsb masih
merupakan istri dari suami pertamanya.

4. Ay 34-37 Yesus melarang empat macam bersumpah yaitu “sorga”, “bumi”,
“Yerusalem” dan “kepala” yang ditujukan kepada prerogative Allah karena pada
masa itu orang-orang Yahudi sudah tidak lagi menyebutkan Nama dari pada Allah.
Apa yang Yesus tekankan adalah yang penting adalah hati orang tersebut benar
dihadapan Allah dan tidak perlu bersumpah dengan cara demikian, cukup
menggunakan kata “iya” ataupun “tidak”. Dalam masa kini misalnya dalam aspek
hukum tentu sumpah diperbolehkan sepanjang tidak melibatkan ketidak benaran
atau tidak ada respek untuk melakukannya.

5. Ay 38-39 merefer kepada Kel 21:24: Im 24;20, kebalikan dengan apa yang
Yesus ajarkan yaitu tidak melakukan pembalasan dengan cara tidak melawan
balik. Memang sekilas seperti tidak menyenangkan jika tidak ada penghukuman
kepada kejahatan padahal menghukum kejahatan dapat mencegah kejahatan itu
terulang kembali. Apa yang dipersoalkan Yesus disini adalah terkadang
penghukuman tersebut dilakukan tanpa dasar, tidak proposional, tidak adil atau
dilakukan oleh orang-orang yang tidak berhak (Rom 13:4; Ams 20:22; 24:29).
Sedangkan ayat 40-41 Yesus maksudkan adalah janganlah orang-orang percaya
mengambil bagian dalam hal yang akan menjadi lingkaran kejahatan atau menambah reaksi kejahatan lainnya. Dan ay 42 Yesus mengharapkan orang-orang
percaya untuk murah hati kepada orang-orang yang membutuhkan.

6. Ay 43-44, agak sulit karena PL tidak menyebutkan secara eksplisit perintah
untuk membenci musuh, kemungkinan ini merujuk kepada Ul 7:2 dimana mereka
memberantas penduduk Kanaan sebagai musuh mereka atau mereka sudah
menginterpretasikan “lain” atas Im 19:18. Baik Yesus dan Paulus meminta kita
untuk mengasihi dan berdoa buat mereka (Rom 12:14).
Hendaklah kamu sempurna.

Dari penjelasan-penjelasan di atas apakah Yesus menuntut sebuah kehidupan yang
sama sekali tidak ada perbuatan dosa? Tentu ..namun ini menunjuak kepada
puncak kedatanganNya ketika Dia mentransformasi tubuh kita ini dengan tubuh
kemuliaan. Dan ini merupakan pekerjaan dari pada Roh Kudus, bukan kita.
Namun di masa sekarang menuntut kehidupan yang “sinless perfectionism”
belumlah tepat. Baik Yesus dan Yohanes masih meminta kita untuk selalu berbuat
pengampunan atas dosa yang telah kita lakukan (Mat 6:12; Mat 5:23,24; 1 Yoh
1:8-10), tetapi ini bukan berarti kita stagnan dalam pengiringan kita kepada Tuhan
karena dalam Mat 5:48 Tuhan meminta kita untuk sempurna dalam kita mengasihi
musuh, teman dan keluarga dan kepadaNya sebagaimana enam hal contoh dalam
ayat-ayat 21 sd 47.

Mencontoh kepada Daud.
Maz 143: 1-4 Daud menyebut Allah setia dan adil,ini adalah salah satu pengertian
dari kebenaran. Namun Daud dalam kondisinya sebagai orang yang tidak benar
dan telah patah semangat (Bnd dgn Yos 1:6…justru disini Daud lemah, lesu) dia
memberanikan diri tetap merindukan kasih setia Tuhan (ay 8). Setelah
mengharapkan kesetian dari Allah..di ay 10 Daud kemudian mengatakan agar
Tuhan mengajar dia melakukan perintah-perintahNya dan meminta Roh nya agar
tetap menuntunnya. Kita tidak cukup meminta belas kasihan dan pengampunan
dari Tuhan atas kesalahan dan kelemahan/kita..kita tetap harus kembali kepada
jalan yang benar dengan melakukan kebenaranNya serta meminta tuntunan dari
pada Roh Kudus. Amin. (Ivan Karel 19-3-2023).

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment